W e l c o m e : P e n e s t a n a n - G r a t i s

Sunday, September 29, 2013

KONSEP KETUHANAN DALAM AGAMA HINDU



Dalam kitab suci Hindu sifat-sifat Tuhan dilukiskan sebagai Yang Maha Mengetahui dan Maha Kuasa. Dia merupakan perwujudan keadilan, kasih sayang dan keindahan. Dalam kenyataannya, Dia merupakan perwujudan dari segala kwalitas terberkati yang senantiasa dapat dipahami manusia. Dia senantiasa siap mencurahkan anugerah, kasih dan berkah-Nya pada ciptaan-Nya. Dengan kata lain, tujuan utama penciptaan dunia semesta ini adalah untuk mencurahkan berkah-Nya pada mahluk-mahluk, membimbingnya secara bertahap dari keadaan yang kurang sempurna menuju keadaan yang lebih sempurna. Dengan mudah Dia disenangkan dengan doa dan permohonan dari para pemuja-Nya. Namun, tanggapan-Nya pada doa ini dituntun oleh prinsip yang hendaknya tidak bertentangan dengan hukum kosmis yang berkenaan dengan kesejahteraan umum dunia dan hukum karma yang berkaitan dengan kesejahteraan pribadi-pribadi khususnya.
            Svāmī Harshānanda dalam bukunya yang berjudul Deva-Devi Hindu menyatakan bahwa konsep Tuhan Hindu memiliki dua gambaran khas, yaitu tergantung pada kebutuhan dan selera pemuja-Nya. Dia dapat dilihat dalam suatu wujud yang mereka sukai untuk pemujaan dan menanggapinya melalui wujud tersebut. Dia juga dapat menjelmakan Diri-Nya di antara mahluk manusia untuk membimbingnya menuju kerajaan Kedewataan-Nya. Dan penjelmaan ini merupakan suatu proses berlanjut yang mengambil tempat dimanapun dan kapanpun yang dianggap-Nya perlu.
            Kemudian ada aspek Tuhan lainnya sebagai Yang Mutlak, yang biasanya disebut sebagai “Brahman”; yang berarti besar tak terbatas. Dia adalah Ketakterbatasan itu sendiri. Namun, Dia juga bersifat immanent pada segala yang tercipta. Dengan demikian tidak seperti segala yang kita kenal bahwa Dia menentang segala uraian tentang-Nya. Telah dinyatakan bahwa jalan satu-satunya untuk dapat menyatakan-Nya adalah dengan cara negative: Bukan ini! Bukan ini!
            Jadi untuk sekedar memuasakan pikiran yang terbatas untuk menggambarkan yang tak terbatas itu, lalu apakah atau siapakah yang dimaksud dengan Tuhan itu? Jawaban atas pertanyaan ini merupakan dasar dalam pemberian difinisi tentang Tuhan. Walaupun pendifinisian tentang Tuhan tidak mungkin, namun untuk keperluan praktis dalam pembahasan ini difinisi Tuhan diperlukan sebagai titik tolak berpikir. Kesulitan dalam memberi difinisi karena suatu difinisi yang baik harus benar-benar memberi gambaran yang jelas dan lengkap sedangkan Tuhan mencakup pengertian yang luas dan serba mutlak (Pudja, 1999 :10).
            Untuk pertama kali difinisi tentang  Tuhan dijumpai dalam kitab Brahma Sūtra I.1.2 (Pudja, 1999 : 10), lengkapnya berbunyi demikian :
         Janmādyasya yatah.2.
         Artinya :
(Brahman adalah yang maha tahu dan penyebab yang mahakuasa) dari mana munculnya asal mula dan lain-lain, (yaitu pemeliharaan dan peleburan) dari (dunia ini).
            Kitab Brahma Sūtra  merupakan sistematisasi dari pemikiran kitab-kitab Upanisad. Dalam Brahma Sūtra ditemukan nama-nama aliran pemikiran Vedānta. Bādarāyana, yang dianggap sebagai penyusun Brahma Sūtra atau Vedānta Sūtra, bukanlah satu-satunya orang yang mencoba men-sistematisir gagasan filsafat yang terdapat dalam Upanisad, walaupun mungkin merupakan karya yang terakhir dan terbaik. Semua sekte di India sekarang ini menganggap karya beliau sebagai otoritas utama dan setiap sekte baru pastilah mulai dengan memberikan ulasan baru pada Brahma Sūtra ini – dan rasanya tak akan ada sekte yang dapat didirikan tanpa berbuat demikian (Vireśvarānanda, 2002 : 5).
            Lima ācārya besar pemberi komentar  terhadap pemikiran Vedānta yang disebut oleh Bādarāyana dalam Sūtra-nya yaitu : Śańkara, perumus advaita atau monisme; Rāmānuja dari kelompok Viśistādvaita atau monisme yang memiliki sifat-sifat; Nimbārka yang menelorkan gagasan mengenai bhedābedhavāda atau teori perbedaan dan tiadanya perbedaan; Madhva, penegak teori dualisme dan Vallabha, eksponen dari śuddhādvaitavāda, setuju bahwa brahman  adalah penyebab alam semesta ini dan pengetahuan tentang-Nya menuntun pada pembebasan akhir yang memang merupakan cita-cita yang ingin dicapai; juga dalam keyakinan bahwa brahman itu hanya dapat diketahui melalui naskah dan bukan melalui pola berpikir.
            Sūtra di atas memberi batasan tentang Brahman : “ Itu yang menjadi penyebab dunia adalah Brahman”. Ini disebut tatastha laksana, atau yang merupakan karakteristik suatu benda yang berbeda dengan hakekatnya, namun membantu untuk menjadikannya diketahui.
            Kitab suci memberi batasan lain tentang  Brahman, yang menggambarkan sifat-Nya yang sejati : “Kebenaran, Pengetahuan, Yang Tak Terbatas adalah Brahman”. Hal ini disebut svarūpa laksana, yaitu yang memberi batasan Brahman dalam inti-Nya yang sejati. Kata-kata ini, walaupun memiliki arti yang berbeda dalam percakapan sehari-hari, namun mengacu pada Brahman Yang Esa, yang tak terbagi, dan bahkan waktu menggunakan kata-kata bapa, anak, saudara, suami dan lain-lain, mengacu pada orang yang sama sesuai dengan hubungannya dengan individu yang berbeda.
            Ajaran Ketuhanan (theology) dalam agama Hindu disebut Brahma Widyā. Dalam Brahma Widyā dibahas tentang Tuhan Yang Maha Esa, ciptaanNya, termasuk manusia dan alam semesta. Sumber ajaran Brahma Widyā ini adalah kitab suci Veda. Dari Vedalah semua ajaran Hindu mengalir. Semua ajaran bernafaskan Veda, walaupun sering dalam penampilannya berbeda-beda. Semangat Veda meresapi seluruh ajaran Hindu. Ia laksana mata air yang mengalir terus  melalui sungai-sungai yang panjang sepanjang abad, melalui daerah-daerah yang amat luas. Karena panjangnya masa, luasnya daerah yang dilaluinya, wajahnya dapat berubah namun intinya selalu sama di mana-mana. Pesan-pesan yang disampaikan adalah kebenaran abadi. Ia berlaku di manapun dan kapanpun juga (Titib, 1995 : 15).
            Veda yang merupakan kitab agama Hindu tertua yang disebut juga Sruti, berisikan himpunan mantra-mantra (mantra-samhita), yang ditujukan kepada para dewa oleh yang menyanyikannya.Veda adalah wahyu Tuhan atau Sabda Brahman yang diterima oleh para maharsi. Untuk memahami ajaran Veda, orang tidak cukup hanya dengan membaca teks dari kitab tersebut, melainkan harus memahami ajaran Hindu secara utuh. Pemahaman sepotong-sepotong akan menimbulkan kesesatan dalam memahami ajaran Veda khususnya dan ajaran agama Hindu umumnya.
            Di Dalam Veda, istilah Tuhan Yang maha Esa disebut Deva, disamping itu disebut “Tat” (Itu) atau “Sat” (kebenaran mutlak). Kata Deva mengandung dua pengertian; yaitu Deva sebagai Tuhan Yang Maha Esa dan deva sebagai mahluk tertinggi ciptaan-Nya (Rgveda X.129.6) dengan berbagai tingkatannya. Veda mewakili berbagai-bagai fase perkembangan pemikiran keagamaan. Padanya terdapat perwujudan tanda-tanda Polytheisme yang diorganisir, Henotheisme, Monotheisme dan Monisme (Titib, 1995 : 19).
            Rgveda Samhitā merupakan dasar kitab suci Hinduisme dan tradisi memberikannya tempat tertinggi. Kitab suci agung ini penuh dengan puji-pujian umumnya disebut Sūkta, yang mencapai ketinggian utama dari keindahan puitis dan ketajaman filosofis, yang sungguh-sungguh merupakan kombinasi yang jarang diketemukan (Harshānanda, 1999 : 5).
            Bagian terbesar dari kitab ini dipersembahkan sebagai doa kepada para dewa seperti Indra, Agni, Varuna dan yang lain-lainnya. Para dewa Veda ini biasanya dinyatakan berjumlah tiga puluh tiga yang terdiri dari : delapan Vasu, sebelas Rudra, dua belas Aditya, Indra dan Prajapati. Para dewa ini ditugaskan pada tiga wilayah dari bumi (prthivi), surga (dyaus) dan ruang diantaranya (antariksa). Selain dari para dewa ini kita juga menemukan banyak obyek tak bergerak seperti batu penggilas, sifat sifat seperti kepercayaan, emosi seperti kemarahan, aspek-aspek alam seperti fajar, yang didewakan dan dilukiskan di dalamnya. Ada juga beberapa devi, walaupun mereka tidak setenar para dewa (Harshānanda, 1999 :5-6).                    
            Aspek-aspek alam yang agung, yang mulia, yang indah dan bermanfaat dipersonifikasikan dan didewakan. Semua itu dipandang sebagai supernatural dan roh yang superhuman yang karib dengan semangat (spirits) manusia. Mereka adalah para dewa yang menguasai bermacam-macam phenomena alam. Para dewa itu amat kuat, tidak dapat dikalahkan, arif, penyayang, mahatahu, menyusupi segala, adil, benar dan murah hati. Mereka menganugerahkan kemakmuran yang bersifat duniawi, kebijaksanaan dan kualitas moral. Mereka menganugerahkan kejayaan dalam peperangan, kekayaan, umur panak, cucu  dan kebahagiaan. Untuk mengambil hati para dewa, pemujanya mempersembahkan  nyanyian-nyanyian pujaan, doa, sajen-sajen dan korban.
            Agni (dewa api), Sūrya (dewa matahari), Usas ( dewa fajar), Prthivi (dewa bumi), Dyaus (dewa langit), Mitra ( dewa siang dan langit yang terang benderang), Varuna (dewa langit yang gelap dan senja) Parjanya (dewa awan dan hujan), Maruts (dewa angin ribut), Vāyu (dewa angina), Savitr (dewa matahari pagi) dan lain-lain adalah dewa-dewa yang disebut dalam Veda.
             Kadang-kadang mereka dipuja satu-satu sehingga menunjukkan sifat-sifat politeisme yang anthropomorphic dan kadang-kadang Dewa Agni disamakan dengan banyak dewa dan diperlakukan sebagai mengatasi mereka. Paham ketuhanan seperti ini oleh Max Muller disebut henoteisme yaitu kepercayaan kepada yang Esa dalam Yang banyak. Ajaran henoteisme tersebut bersifat metafisik. Keesaan Tuhan dinyatakan dengan berbagai cara (Sura, 1993 : 201).
Indaram mitram varunam agnim āhur atho divyah sa suparno garutmān, Ekam sad viprā bahudhā vadantyagnim yamam mātariśvānam āhuh” (dalam Somvir, 2001 : 4)
         Artinya :
         “Namaku adalah Indra, Mitra, Varuna, Agni, cahaya dan mempunyai sayap yang sangat indah. Oleh karena itu aku disebut Garutmāt. Demikian juga aku disebut sebagai Agni, Yama, dan Mātariśvan. Aku hanya satu akan tetapi para Sarjana menyebutku dengan nama yang berbeda-beda”.

            Mantra di atas tersebut terdapat dalam Rgveda yang membicarakan nama-nama para deva, yang terdapat dalam empat Veda. Supaya seseorang tidak salah paham akan keberadaan dewa-dewa, maka mantra tersebut menjelaskan bahwa semua nama dari dewa adalah nama Tuhan yang hakikatnya adalah satu.                   
            Seperti diketahui bahwa Tuhan mempunyai ribuan nama, tetapi bukan berarti Tuhan lebih dari satu. Kadang-kadang dinyatakan bahwa semua dewa menyatu dalam Indra (Rgveda III. 54. 17) atau dalam Agni (Rgveda II. 1) dan kadang-kadang satu dewa digambarkan sebagai semua dewa (Viśvadeva). Di sini konsep ketuhanan bersifat metafisik, karena Tuhan digambarkan dalam keadaan netral sebagai Ekam Sat yaitu Yang Esa. Dalam nyanyian tentang penciptaan dikatakan bahwa : “Yang Esa bernafas dengan kekuatan sendiri”. (Rgveda X.129.2) yang menggambarkan Yang Esa sebagai perwujudan netral. Pada nyanyian Yajur Veda (32.8) Tuhan dinyatakan dalam bentuk netral Tat Sat  (Yang Ada Itu) pada baris pertama dan sebagai Tuhan (Vibhu) dalam wujud jantan pada baris kedua. Inilah ajaran Advaita Veda. Tuhan digambarkan sebagai perwujudan yang tertinggi dan memenuhi seluruh alam dan seluruh alam menyatu pada Dia.
            Yatra viśvam bhavatyekanīdam (Yajur Veda 32.8)
            Padanya seluruh alam semesta menjadi satu rumah (Sura,1993: 202).

            Advaita ini mencakup monoteisme dalam arti yang murni dan filosofis. Monoteisme mengenal satu Tuhan, satu menguasai semua. Akan tetapi di luar itu terdapat konsep Advaita Veda : Satu dalam yang banyak dan yang banyak dalam yang satu.
            Rgveda : X.90.2 menyebutkan : Purusa evedam sarvam yad Bhūtam yacca bhavyam, Utāmrtatvasyeśāno yad annenāti rohati”(dalam Somvir, 2001 : 32)
         Artinya :
            “Apapun yang ada di dunia ini, apapun yang telah terjadi dan apapun yang akan terjadi, semua itu adalah Purusa. Dia adalah rajanya moksa. Dia juga rajanya yang tumbuh dari makanan”                           
            Dalam mantra di atas Tuhan disebut Parama Purusa yang mempunyai kepala seribu, mata seribu dan berkaki seribu. Ia mengisi seluruh alam semesta namun pula mengatasinya. Apa saja yang sedang terjadi, apa saja yang telah terjadi dan apa yang akan terjadi adalah Parama Purusa. Ia adalah Tuhan yang abadi. Ia tidak dipengaruhi oleh karmaphala. Seluruh alam semesta ini ini adalah seperempat diri-Nya. Sisanya tiga perempat lagi tinggal sebagai kebadian surgawi. Parama Purusa bersifat transcendental dan immanen (Sura, 1993 : 204). Di sini terdapat ajaran Ketuhanan yang bersifat panteisme.
            Monoteisme mengantarkan menuju monisme. Satu kenyataan dibayangkan adanya yang manifest dalam berbagai cara. Hanya ada satu kenyataan, orang-orang bijaksana memanggilnya dengan berbagai nama. Yang Esa (tad ekam) bukanlah pribadi. Ia bukan laki bukan perempuan begitu juga bukan banci. Ia adalah prinsip impersonal. Tidak ada apa-apa di luar itu.
            Īśavasya upanisad memulai mantra pembukaan dengan kata-kata īśavasyam : “Īśavasyam idam sarwam yat kiňca jagatyam jagat tena tyaktena bhuňjitah, ma grdah kasya sviddhanam”.
         Artinya :
            Semua hal dari alam semesta ini, yang sementara, yang dapat lenyap, dilingkupi oleh Tuhan (Īśa), yang merupakan realitas sebenarnya: oleh karena itu, ia harus dipergunakan dengan secukupnya dan rasa puas, tanpa rasa loba atau tamak karena kesemuanya itu milik Tuhan dan bukan milik seseorang”.

            Maksud sloka di atas yaitu bahwa alam semesta ini merupakan Tuhan yang immanen, wujud atau badan-Nya. Adalah keliru menganggap bahwa alam semesta dan penguasa-Nya sebagai berbeda yang hanya merupakan suatu khayalan atau hasil imajinasi manusia. Seperti bayanganmu pada permukaan air yang tidak berbeda denganmu, demikian pula alam semesta (yang merupakan gambaran (bayangan)-Nya, hasil dari ketidaktahuanmu) adalah sama dengan Dia (Tuhan) (Kasturi, 1998 : 11).
            Dalam Taitirīya Upanisad 3.1, Varuna sang ayah mengajar putranya Bhrgu, pengetahuan suci. Beliau menjelaskan : “Itu sesungguhnya, dari mana mahluk-mahluk ini dilahirkan dan dari mana sejak lahir mereka hidup, dan memasuki apa ketika mereka pergi. Itulah yang ingin diketahui. Itulah Brahman”.
            Batasan dari Brahman sebagai asal, kelanjutan dan peleburan alam datang dari Īśvara yaitu Tuhan Pencipta, Pemeliharaan, dan Penghancur. Brahman adalah penyebab alam semesta sebagai substratum (adhisthāna), sebagai penyebab material (upādanā) dari alam, sebagai pula emas adalah bahan penyebab perhiasan emas, sebagai alat penyebab (nimitta) dari dunia, Madva (Radhakrishnan, 1992 : 252).
            Dalam Chandogya Upanisad III.14.1. dinyatakan “Sarwam khalv idam brahma…”, “Semua yang ada sesungguhnya Brahman…”. Brahman adalah di luar juga di dalam alam semesta dan pada semua mahluk. Beliau yang disebut Narayana ada pada yang hidup dan ada pula pada yang fana.
            Di dalam Kena Upanisad dinyatakan bahwa dewa Agni, dan Vayu tidak dapat beraktivitas tanpa Brahman. Para dewa itu mendapatkan kuasa mereka untuk membakar segala sesuatu dari Brahman. Dengan demikian Brahman adalah tokoh dewa, sekaligus pula sebagai dewa yang tertinggi.
             Para dewa itu dipandang sebagai penjelmaan dari Brahman. Hal ini terungkap dalam kitab Taittiriya Upanisad yang menyatakan bahwa dewa Mitra, Varuna, Aryaman, Indra, Brihaspati, Wisnu, adalah Brahman yang kelihatan. Jadi sebenarnya hanya satu dewa, yaitu Brahman, sedangkan yang lain-lainnya adalah penjelmaan dewa yang satu itu pula.
            Dalam kitab Katha Upanisad Brahman bukan dipandang sebagai tokoh dewa, melainkan sebagai asas pertama, sebagai asal segala sesuatu yang meliputi segalanya.
            Sesungguhnya Brahman itu tidak dapat dikatakan bagaimana. Dalam Brhad-aranyaka Upanisad III.8.8-9, tentang jawaban Yājňavalkya atas pertanyaan Gārgī dinyatakan bahwa :
          Yang mengerti Brahman menyebutnya yang Kekal. Dia tidaklah kasar, bukan pula halus, tidak pendek tidak pula panjang, tidak bersinar merah (seperti api) tidak pula menempel (seperti air). Dia bukanlah bayangan ataupun kegelapan,bukan pula udara atau angkasa, yanpa ikatan, tanpa rasa, tanpa bau, tanpa mata , tanpa telinga, tanpa suara, tanpa pikiran, tanpagemerlapan, tanpa nafas,tanpa mulut, tanpa ukuran, tiada apapun di dalam dan di luar-Nya. Dia tidak memakan apapun dan tiada apapun bisa memakan-Nya. Sesungguhnya atas perintah yang kekal itu, matahari dan bulan berada pada kedudukannya masing-masing,…”.

            Maksud uraian di atas tidak lain menyatakan bahwa Brahman bukan substansi dan tidak memiliki sifat-sifat. Walaupun demikian, secara positif Brahman dapat dinyatakan dengan ungkapan sat-cit ananda. Kata sat berarti ada atau keberadaan. Jika Brahman disebut sat berarti bahwa hanya Brahman-lah yang memiliki keberadaan, Ia-lah satu-satunya yang ada, yang harus dibedakan dengan segala yang lain dari pada-Nya, yang tidak memiliki ada atau keberadaan.
            Kata cit berarti kesadaran yang menunjuk kepada sifat Brahman yang rohani. Brahman yang satu-satunya memiliki ada itu adalah Brahman yang sadar, bukan yang mati, yang bersifat rohani bukan bendani. Ananda artinya bahagia, yang menunjuk kepada sifat Brahman yang meliputi segala sesuatu dan mempersatukan segalanya yang hanya terdiri dari kebahagiaan saja. Ungkapan sat-cit-ananda menunjukkan bahwa Brahmanlah satu-satunya realitas rohani yang bersifat mutlak, tetapi juga meliputi segala sesuatu yang ada, yang sadar atau yang bersifat rohani, sehingga segala sesuatu yang memiliki kedua sifat itu harus dialirkan ke luar dari pada-Nya.
            Dalam Taittiriya Upanisad II.1.1. dinyatakan yang muncul pertama dari Brahman (Atman) adalah angkasa, dari angkasa udara, dari udara api, dari api air, dari air tanah, dari tanah pohon obat-obatan, dari pohon obat-obatan makanan, dari makanan oknum. Demikianlah segala sesuatu muncul dari pada Brahman . Oleh karena itu segala sesuatu datang dari Brahman, maka segala sesuatu pada hakekatnya adalah Brahman.
            Sweta Swatara Upanisad mempertegas tentang kedudukan Tuhan sebagai berikut “ya eko jālavān īśata īśanībhih sarvān lokān īśata īśanībhih, ya evaika udbhave ca, ya etad vidur amrtās te bhavanti”.
         Artinya :
            “Dia Diri Yang Maha Agung, yang di alam semesta ini menjadi satu-satunya Penguasa Alam Semesta, yang memiliki kemampuan mencipta, yang menguasai Alam Semesta dengan kekuasaan-Nya yang amat besar, dengan kemampuan Maya-Nya itu telah mencipta dan mengatur muncul dan lenyapnya segala sesuatu di Alam Semesta ini. Siapa yang telah dapat menyadari dan menghayati Kasunyataan ini, Dia menjadi bersifat abadi”(Sugiarto, 1982 : 28).

            Upanisad menyatakan bahwa Tuhan pada hakekatnya Esa, sumber segala sesuatu yang ada di Alam Semesta dan menjadi tempat kembalinya segala sesuatu. Beliau Pencipta, Pengatur sekaligus sebagai Pemralina segala sesuatu yang ada di Alam Semesta ini. Dalam pernyataan tersebut terdapat konsep Ketuhanan yang bersifat monotheisme transendent dan immanent. Dan sebuah kalimat dalam Brhadāranyaka Upanisad  menyatakan : “Sarwam Khalvidam Brahman”  ‘Segalanya adalah Tuhan Yang maha Esa’. Konsep ini mengandung paham Monisme. Keyakinan terhadap adanya Keesaan Tuhan yang merupakan hakekat alam semesta. Esa dalam segala. Segalanya berada di dalam yang Esa.
            Mahānirwāna Tantra adalah Tantra Shastra yang merupakan bentuk Shastra Hindu yang masih kurang dikenal, karena ajaran-ajarannya memang sulit, dan diperlukan tingkat evolusi berpikir  untuk bisa menyerap dan memahaminya. Selain itu juga karena arti terhadap beberapa istilah serta metode yang dilaksanakan terus dijaga kerahasiannya oleh para penganutnya. Tantra Shastra dikatakan sebagian ilmu pengetahuan spiritual untuk periode Kaliyuga sekarang (Avalon’s, 1997 : v), disebutkan sebagai berikut :
         Siwa telah bersabda: “untuk menyempurnakan manusia di zaman Kaliyuga, pada ketika manusia menjadi sangat lemah dan hidupnya hanya tergantung kepada makanan-makanan saja, maka O Dewi dirumuskanlah ajaran-ajaran daripada kaula” (Bab IX, bait 12 Mhn. T.).

            Mahānirwāna Tantra menguraikan mengenai Siwa dan sakti demikian : “Eksistensi kekal, yang tidak bisa dipecah belah itu, yang kesadaran-Nya melampaui batas tūriya dan mengatasi semua keadaan yang lain, itulah absolute yang tak berciri, Brahman  yang Agung atau Parabrahman. Dia terbebas (nishkala) dari pengaruh Prakriti atau terbebas dari ciri-ciri Prakriti (nirguna), Dia-lah Pribadi di dalam, subjek dari yang mengetahui, karena itu, tidak pernah Dia itu menjadi objek pengetahuan.Dia itu tanpa nama, maka Brahman itu disebut Tat (Itu), dan kemudian Tat Sat (Itu Yang Ada). Matahari, bulan, bintang-bintang, dan semua yang kelihatan itu, apakah semuanya selain sekedar sekilas cahaya yang tertangkap dari Tat itu? Brahman meliputi keduanya niskala dan sakala (Avalon’s, 1997 : 3).
            Menurut Mahānirwāna Tantra, pada mula-mulanya adalah satu yaitu Nishkala Brahman saja yang ada. Yang satu itu berkehendak, dan menjadi banyak. Aham bahu syam  “Menjadilah Aku ini banyak”. Dia mewujudkan diri dalam bentuk para dewa dan dewi, dan juga berada di dalam pemuja sendiri. Perwujudannya itu ialah perwujudan alam semesta raya, termasuk segalanya yang berada di dalamnya. Di sini Tuhan Yang Maha Esa digambarkan dengan perwujudan immanent dan transcendent.
            Beberapa mantram dalam Bhagawad Gita (Mantra,1996) menyebutkan bahwa Brahman (Tuhan) Yang Esa, Melingkupi semua, Meresapi semua dan Tuhan adalah segalanya. Mantram-mantram tersebut antara lain :
                     Bhagawad Gita , IV, 24, menyebutkan :
          Pelaksanaan korban suci itu adalah Brahman, korban itu sendiri adalah Brahman. Disajikan oleh Brahman di dalam api dari Brahman. Brahman itu yang akan dicapai bagi ia yang menyadari bahwa Brahman ada di dalam pekerjaannya”.  

                     Bhagawad Gita,VII. 6, menyebutkan :
         Ketahuilah bahwa semua mahluk ini asal kelahirannya di dalam alam-Ku ini. Aku adalah asal mula dari dunia ini dan juga kehancurannya (Pralaya)”.

                     Bhagawad Gita, IX, 4-5 menyebutkan :
         Aku berada di mana-mana dalam alam semesta ini dengan bentuk-Ku yang tidak berwujud. Semua mahluk berada di dalam Aku, tetapi Aku tidak menetap di dalam mereka”. “Pun juga mahluk tidak berada di dalam Aku (sebenarnya). Inilah rahasia suci-Ku. Aku yang menjadi sumber dari mahluk, menumpu mereka tetapi tidak menetap di dalamnya”.

                     Bhagawad Gita, X. 8, menyebutkan :
         Aku adalah asal dari semua; dari Aku mahluk muncul, mengetahui ini, orang bijaksana menyembah Aku; dengan penuh rasa penyatuan diri”.

                     Bhagawad Gita, X. 20, menyebutkan :
         “O, Arjuna (Gudakesa), Aku adalah atma yang menetap dalam hati semua mahluk, Aku adalah permulaan, pertengahan, dan akhir dari semua mahluk”.

                     Bhagawad Gita, XIII. 13, menyebutkan :
          “Dengan tangan dan kaki di mana-mana, dengan mata, kepala dan muka tertuju pada semua arah, dengan telinga pada semua arah. Dia menetap di dunia, menyelubungi semua”.

                     Bhagawad Gita, XV. 14, menyebutkan :
          “Dengan menjadi api kehidupan dalam badannya semua mahluk dan mempersatukan diri-Ku dengan naik turunnya nafas, Aku mencernakan keempat makanan”.

                     Bhagawad Gita, XV. 15, menyebutkan :  

         ”Dan Aku bersemayam dalam hati semua mahluk; dari Aku timbulnya ingatan dan pengetahuan, demikian juga halnya ingatan dan pengetahuan itu. Aku adalah Dia, yang seharusnya dikenal oleh keempat Veda. Akulah yang sebenarnya pengarang Vedanta dan Aku juga yang mengetahui Veda”.

            Beberapa kutipan mantram-mantram dari Bhagawad Gita di atas menunjukkan tentang Kemahakuasaan serta Keagungan dari Tuhan Yang Maha Esa. Pengetahuan ini jugalah yang dikemukakan oleh Veda maupun kitab-kitab suci lainnya. Inilah yang semestinya diketahui  dan menjadi tujuan dari semua mahluk yang ada di Alam Semesta ini.
            Sifat Tuhan yang dikemukakan dalam mantram-mantram Bhagawad Gita di atas yaitu Tuhan dalam sifat-Nya yang immanent maupun transcendent. Bhagawad Gita mengandung konsep Ketuhanan yang monotheisme dan sekaligus juga menganut paham monisme.     Tuhan dalam Bhagawad Gita bersifat Personal dan Impersonal.

No comments:

Post a Comment

Ada keluh kesah? silahkan tinggalkan komentar. .
anda harus menjadi anggota grup ini jika ingin berkomentar, silahkan klik (join this site pada kolom kanan blog)

1. Berkomentarlah dengan sopan dan bersifat membangun
2. Bila ada yang ditanyakan, admin berusaha menjawab paling lambat 1 hari setelah komentar di terbitkan
3. untuk kenyamanan di larang spam
4. mohon untuk tidak beriklan pada kolom komentar
5. jangan sertakan link hidup di komentar

Terimakasih atas kunjungannya ^_^ salam Admin Penestanan Gratis

Copyright © 2014 Penestanan Gratis | Developer AAS WEB